Postingan

Insecure dengan adik tingkat

Ya, sebagai mahasiswa semester 10, mengulang mata kuliah bukanlah sesuatu yang baru lagi. Mulai dari semester 7, saat teman teman sudah mempersiapkan proposal, aku masih mengulang beberapa matkul. Aku mengulang semester berapa ya waktu itu, kalo ga 3 ya 5. 1 atau 2 tahun dibawahku berarti.  Semua berjalan lancar lancar saja, tetapi yang lumayan asik itu saat aku mengulang matkul semester 3. Mata kuliah speaking, dengan dosen yang sudah pernah mengajarku sebelumnya. Aku pasti ingat, tetapi lumrah jika pak dosen tidak ingat denganku sama sekali, karena saat diajar oleh beliau, kuliahnya daring atau online. Aku suka tugas tugas yang diberikan, dan yang paling menyenangkan saat itu adalah ketika disuruh mempraktekkan sebuah mini drama, saat itu kelompok kami bercerita tentang roro jonggrang. Dialognya bukan yang panjang panjang juga, cukuplah untuk latihan di semester semester awal. Prosesnya dimulai dari pembagian karakter dulu, reading, sampai akting. Waktu pertunjukan menggunakan ko...

buka buka buku

Sepertinya hampir semua orang yang pernah bersekolah, memiliki ikatan emosional dengan buku. Entah dengan buku tulis, buku gambar, buku pelajaran atau buku duluu topengmuu, ehehe bukan dongg, buka dulu itu, mahh.  Teringat betul saat masih sekolah dulu, saat akan memasuki tahun ajaran baru. Ganti buku seperti menjadi hal yang wajib, karena ya sudah berbeda materi dengan semester sebelumnya. 32 lembar, 38 lembar sampai 58 lembar.  Beberapa hari sebelum masuk hari pertama, buku buku baru itu dibuka dari sampul plastiknya. Cover dibuka, dibalik cover aku sibuk menulis namaku, nomer absenku, kelasku dan mata pelajaranku. Sampai tak sabar aku mengisi lembar pertamaku saat sudah masuk. Setelah masuk sekolah, guru guru juga selalu membagi lks baru. Sampai aku suka pada setiap buku buku baru, entah itu buku tulis, buku pelajaran atau buku yang lainnya. Tentu saja buku itu tak ku biarkan bersih begitu saja. Mungkin awal awal masih bersih, sampai pada akhirnya buku buku itu penuh dengan...

Solusi untuk sekuntum emosi?

Beberapa orang memiliki cara masing masing untuk meluapkan emosi. Ada yang dialihkan ke hal yang positif, ada juga yang dialihkan ke hal negatif, kalo itu sesuai keyakinan masing masing ajaa sih yaa. Tetapi berbeda dengan Lek Dodo (nama samaran guys, nama aslinya Widodo). Beliau adalah tetanggaku, agak jauh, sudah beda desa dan beda kecamatan juga, tapi ga beda kabupaten, yang jelas beda lagi yaa perasaann, woohhhh. Usianya sudah separuh abad, dan rambutnya sudah mulai memutih, karena terkena bayclin, eheheh, candaa. Beliau sempat bercerita tentang salah satu cara beliau mengendalikan emosi, khususnya saat marah.  Kata beliau, kalo marah tidak usah yang ngomel ngomel apa yang mencak mencak, cukup dengan menyembelih ayam lalu dimasak dan dimakan sendirian. Seperti terdengar aneh, tetapi...ya agak aneh juga sih. Mungkin seperti ini maksudnya, dengan menyembelih ayam, kan pasti melalui proses juga, kalo punya ayam sendiri harus nangkep, kalo ga punya ayam sendiri ya ayam e tetanggane,...

Sepeda? Yuhuuu....

Bersepeda, lagi. Setelah septian lama, eh sekian lama maksud saya. Saya suka sekali bersepeda, kadang suka dua kali juga, entah mengapa rasanya menyenangkan. Seperti lebih cepat dari orang yang jalan kaki, tapi lebih lambat dari orang yang naik motor. Di tengah tengah. Tidak secapek orang jalan kaki, juga tidak seenak orang naik motor, kali ini tidak di tengah tengah. Haa yoo diklaksoni orang lain to kalo nyepeda nengah nengah, mbok yaa minggirr, hehe. Kebiasaan bersepedaku sebenernya nggak rutin rutin amat, ya kadang kalo jenuh, dan kebetulan cuaca sore sedang cerah dan hangat, sepertinya cocok untuk bersepeda. Mengingat masa kecil, saya termasuk orang yang terlambat untuk bisa naik sepeda. Teman teman yang lain saat masih tk sudah bisa naik sepeda, aku belum, baru bisa naik sepeda itu kelas 1 SD, itupun belajar dari minjem sepedane teman. Mungkin juga setelah sekian lama aku cuma minjam minjem sepeda, akhirnya Bapak Ibuku tergerak hati (dan dompetnya) untuk membelikanku sepeda. Alih ...

Kameraa ohh kameraa

Dulu sempat ramai trend pakai filter dari (roll) film zaman dulu di instagram. Aku sok sokan tidak mau ikutan, kalaupun memang ingin upload foto dengan hasil yang vintage seperti menggunakan roll film, ya harus pakai roll film beneran, pikirku ngeyel. Tapi saat itu, aku juga belum tau itu makek e gimana, beli kamerane dimana, beli roll film e dimana, dan ternyata hasile juga harus dicuci, tapi bukan dicuci pakai detergen lo yaa, apalagi dimasukkan laundryy, hadehh. Sampai pada satu waktu, saat aku dan temanku jalan jalan ke Pasar Legi. Saat itu fokusku teralihkan saat melihat beberapa  kamera lusuh berjejer dipajang. Aku dan temanku coba coba untuk mengecek apakah masih bisa digunakan. Untuk ngetesnya sebenarnya mudah, asal masih bisa kebuka apa ya namanya, intinya bisa untuk cahaya itu masuk ke dalam kamera. Awalnya penjual itu menawarkan dengan harga 30 ribu, itu borongan 6 kamera. Tapi setelah dicek, dan barangnya masih bisa dipake, harganya berubah, 1 kamera dibanderol menjadi ...

aku tak ingin hubunngan kita kandas, dan kampas remku panas

Dua lewat lima belas, siang, terik dan tak ada angin. Saat itu kami habis dari mudik, mampir ke rumah Budhe. Menginap 1 malam, dan akan pulang ke rumah keesokan harinya.  Aku sudah berjanji pada doiku untuk menemuinya ketika aku sudah sampai dirumah. Sore, aku menjanjikan pada doi. Tapi, saat aku mau pulang ke Klaten bersama keluargaku, Budheku menahan agar kami menginap 1 malam lagi. Wahduhh, bagaimana ini. Ibuk ngikut aku saja sebenere, tapi karena ternyata malamnya mau diajak Mbak jalan jalan ke mall, aku jadi tak enak hati kalau harus egois.  Aku belum bisa menyenangkan Ibuku, yakali Ibuku mau dibahagiakan orang lain tak ku perbolehkan juga. Tapi aku menanyakan dulu kepada doi, bagaimana kalau kita tidak jadi bertemu dulu hari ini. Mungkin 15 menit aku menunggu balasan darinya. Dia membalas, "ya, gapapa", ku yakinkan sekali lagi, dan doi malah menjawab semakin singkat, duh gimana inii, emott nangiss. Lalu aku negosiasi dulu dengan Ibuk, aku berjanji kalau jam 10 sudah sam...

Cerita cita cita?

Teringat sekali, dari kecil aku ingin sekali menjadi guru. Bukan tanpa sebab, karena kebetulan bapak berprofesi sebagai guru.  Dari kecil juga aku melihat bapak, setiap pagi, berpakaian rapi lalu berangkat ke sekolah, pagi sekali, dan masih lekat di ingatan, secara tidak langsung aku meniru kebiasaan itu. Saat sudah masuk sd, aku harus berangkat pukul setengah tujuh, jika lebih dari itu, aku malu dan marah. Sebab takut terlambat. Aku juga baru bisa menali sepatuku sendiri saat aku kelas 1 sd, dengan kaos kaki setengah betis membalut kakiku. Aku juga kagum dengan upacara bendera yang rutin diadakan setiap hari Senin. Orangnya banyak, barisannya rapi dan lurus, dan juga orang orangnya mengenakan topi, kecuali Bapak dan Ibu guru. Banyak sekali kegiatan kegiatan akademik yang tak sengaja terekam oleh kepalaku. Baik dirumah maupun di sekolah. Selain itu, aku hanya anak kecil, cengeng, yang hidup di pinggiran Kota Gunungkidul. Hanya memiliki sedikit akses menjamah dunia luar.  Bapak...