Cuaca peluntur idealisme
Beberapa waktu ini, cuaca sedang tidak menentu. Mungkin karena masa peralihan dari kemarau ke musih mujan, eh, musim hujan. Tiba tiba begitu panas, tiba tiba hujan. Cuaca panas masih mendominasi, hujan sesekali turun, di sore hari atau malam hari.
Saat siang, panasnya sungguh tak tertahan. Saat berkendara dijalan raya, setebal apapun pakaian untuk melindungi tubuh dari panas rasanya sia sia. Yang sering ditanyakan Bapak saat cuaca sedang panas seperti ini adalah bagaimana kondisi Gunung Merapi. Takutnya ada pergerakan yang menginisiasi akan meletusnya Gunung Merapi, yaa make sense juga sih.
Setelah pulang dari kampus, antara pergelangan tangan dan lengan itu warnanya kontras sekali, yang sangat jarang terjadi padaku. Akhirnya aku merasakan memiliki kulih coklat eksotis, walau hanya di bagian pergelangan tangan saja ehehe. Kemudian, itu juga menyebabkanku mampir ke angkringan atau warung, untuk sekedar berteduh dan membeli minum. Biasanya, kalau siang hari, aku sering memesan teh anget, tetapi, kali ini tidak. Mungkin sama saja menyiksa diri kalau aku pesen teh anget, terpaksa aku memesan es. Sungguh, kejadian ajaib yang terjadi padaku. Bahkan, ketika Ibu tahu aku beli es, beliau heran, tumben tumbenan kamu beli es. Yah, cuaca panas seperti ini selain melunturkan warna pada pakaian yang kita jemur, juga melunturkan idealismeku sebagai penggemar teh anget berubah menjadi penggemar es jeyukk, hidup es jeyukkk!
Komentar
Posting Komentar